web widgets

Selasa, Oktober 01, 2013

SUKU BIMA DI NUSA TENGGARA BARAT



Bima dan Kota Bima dan telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo. Menurut sejarahnya-lebih tepatnya dongeng-, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.

Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
bima Kerajaan Bima dahulu terpecah -pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu : 1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah 2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan 3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat 4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara 5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur. Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu :

1. Darmawangsa
2. Sang Bima
3. Sang Arjuna
4. Sang Kula
5. Sang Dewa

Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.

Kebudayaan Suku Bima
Suku yang dikenal dengan julukan Dou Mbojo ini menghuni dataran rendah, wilayah kabupaten Bima, Dongo, dan Sangiang, propinsi Nusa Tenggara Barat. Hidup di tengah lingkungan yang beragam, di kepulauan Nusatenggara Barat. Di daerah Utara Lombok tanahnya dikenal subur sedangkan sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak subur. Kebanyakan dari Suku Bima yang bermukim sekitar pesisir pantai. Namun ada kebiasaan hidup berpindah-pindah sehingga mereka juga disebut Suku “Oma” (berpindah-pindah).
Sistem pengairan Subak yang dikenal dalam masyarakat Bali dan Sasak juga diterapkan, disebut ponggawa. Irigasi secara permanen ini dapat dilakukan karena adanya sungai-sungai di pesisir utara dan sungai-sungai di pusat pegunungan.

Sistem Religi
Suku Bima memiliki hubungan dengan Suku Sasak yang tinggal berdekatan di Propinsi NTB. Sejarahnya bisa ditelusuri semenjak zaman majapahit, nama Bima sendiri memang tokoh Mahabharata kepercayaan Hindu. Akan halnya Suku ini, mayoritasnya menganut agama Islam, dan dikenal sebagai Suku yang taat akan amalan Islam di kepulauan Indonesia Tenggara.

Kepercayaan asli orang Bima disebut pare no bongi, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Walaupun sebagian besar masyarakat Bima memeluk agama Islam, suku Bima masih mempercayai dunia roh-roh yang menakutkan. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa, Batara Guru, Idadari sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh Jim yang tinggal di pohon, gunung yang sangat besar dan berkuasa untuk mendatangkan penyakit, bencana, dll. Mereka juga percaya adanya sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap sakti, Murmas tempat para dewa Gunung Rinjani; tempat tinggal para Batara dan dewi-dewi. Sedangkan suku Bima bagian timur menganut agama Kristen.

Mayoritas penduduk Kota Bima memeluk agama Islam yaitu sekitar 97,38% dan selebihnya memeluk agama Kristen Protestan 0,89%, Kristen Katholik 0,62% dan Hindu/Budha sekitar 1,11%. Sarana peribadatan di Kota Bima terdiri dari Masjid sebanyak 51 unit, Langgar/Mushola 89 unit dan Pura/Vihara 3 unit. Sedangkan fasilitas sosial yang ada di Kota Bima meliputi Panti Sosial Jompo dan Panti Asuhan sebanyak 6 Panti yang tersebar di 3 kecamatan. Masyarakat Bima adalah masyarakat yang religius. Secara historis Bima dulu merupakan salah satu pusat perkembangan Islam di Nusantara yang di tandai oleh tegak kokohnya sebuah kesultanan, yaitu kesultanan Bima. Islam tidak saja bersifat elitis, hanya terdapat pada peraturan-peraturan formal-normatif serta pada segelintir orang saja melainkan juga populis, menjadi urat nadi dan darah daging masyarakat, artinya juga telah menjadi kultur masyarakat Bima.

Mata Pencaharian        Mata pencaharian utama masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

Komposisi penduduk Kota Bima berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani/peternak dan jasa/pedagang/pemerintahan yang besarnya masing-masing 45,84% dan 45,05%. Jenis pekerjaan yang digeluti penduduk Kota Bima antara lain: petani 15.337 orang, nelayan 425 orang, peternak 13.489 orang, penggalian 435 orang, industri kecil 1.952 orang, industri besar/sedang 76 orang, perdagangan 1.401 orang, ABRI 304 orang, guru 1.567 orang dan PNS berjumlah 2.443 orang. ( Sumber : Wikipedia Indonesia )

Bahasa
Bahasa Bima terdiri atas berbagai dialek, yaitu dialek Bima, Bima Donggo dan Sangiang. Bahasa ini membedakan bahasa halus dan kasar. Bahasa yang mereka pakai ini termasuk kelompok Melayu Polynesia.

Kesenian
Seni tradisional khas Bima adalah tarian khas buja kadanda yang saat ini hampir punah dan telah diperhatikan oleh pemerintah daerah serta tari perang khas suku bima dan perlombaan balap kuda merupakan wujud kesenian lainya dari suku bima .

Nilai-nilai budaya
Suku Bima
Suku Sumbawa
Suku Dompu
Sistem religi
Selamat ( karena kepercayaan terhadap roh nenek moyang untuk keselamatan bersama ), Mulia
Mayoritas tau Samawa saat ini memeluk agama Islam, Iman, Ketuhanan, Kebenaran
Mayoritas Suku Dompu adalah beragama islam yang sangat Nampak.Iman, Ketuhanan,Kebenaran
Bahasa
Bahasa Bima terdiri atas berbagai dialek. Bahasa ini membedakan bahasa halus dan kasar.
Kesopanan, Tingkatan, Kepantasan 
Basa Samawa sebagai bahasa persatuan antaretnik yang mendiami sebagian pulau ini.
Kreatif, Bahasa sebagai alat Pemersatu
Bahasa mereka disebut Nggahi Mbojo.
Kesopanan, Alat komunikasi 
Mata pencaharian 
Mata pencaharian utama masyarakat suku Bima adalah bertani.
Gotong Royong, Kerjasama, Rukun, Harmoni, Tenggangrasa, Tanggungjawab, Tolong menolong, Kebersamaan 
Sumber penghidupan yang utama bagi tau Samawa umumnya adalah bercocok tanam. Semangat Gotong Royong, kerjasama, Rukun, tenggangrasa,Tanggung-jawab, Tolong menolong, kebersamaan
Mereka hidup dari pertanian, perkebunan, perikanan dan sebagian beternak, berdagang dan pegawai. Gotong royong,Tanggungjawab, Harmoni, Pengendalian diri.
Wujud kesenian 
Seni tradisional khas Bima adalah tarian khas buja kadanda.
Keindahan, Selamat, Bersih
Suku Sumbawa dikenal dengan Keseniannya yakni Satera Jontal atau aksara Kaganga.
Keindahan, Kretif, Halus 
Kesenian dan Budaya Tari tarian mirip Bima.
Keindahan, Selamat, Bersih 

Sumber Data :
Ø  Ensiklopedia Indonesia

Tidak ada komentar: